Korupsi adalah tindak pidana yang dilakukan dengan menyalahgunakan
kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Korupsi dapat merugikan keuangan
negara, merusak moralitas dan demokrasi, serta membahayakan pembangunan
ekonomi.
Korupsi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: Melalaikan
tugas yang dibebankan, Menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi,
Melakukan penipuan terhadap masyarakat, Melakukan penggelapan uang atau
surat berharga, Memalsukan buku-buku atau daftar-daftar
administrasi.
Beberapa contoh korupsi:
· Political bribery, yaitu korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan di bidang
legislatif
· Election fraud, yaitu korupsi yang berkaitan dengan kecurangan pemilihan
umum
· Corrupt campaign practice, yaitu kampanye yang menggunakan fasilitas
negara
· Mercenary corruption, yaitu menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan
pribadi
Untuk mencegah korupsi, masyarakat perlu melakukan upaya pencegahan,
seperti menanamkan pendidikan antikorupsi sejak dini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 8,3 juta hektare lahan hak guna usaha (HGU) yang belum terpetakan. Hal itu disebut sebagai penyebab
maraknya konflik di bidang agraria.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengungkapkan, berdasarkan kajian Direktorat
Monitoring KPK dalam empat tahun terakhir terjadi 31.228 kasus pertanahan
dengan rincian 37 persen sengketa; 2,7 persen konflik, dan 60 persen
perkara. Selama periode itu juga ditemukan 244 kasus mafia tanah.
Dia mengungkap permasalah klasik sengketa agraria, yaitu tumpang tindih
HGU. Lewat kajian ‘Pemetaan Korupsi Layanan Pertanahan Tahun 2022’, KPK
menemukan sengketa terjadi karena proses sertifikat luas HGU di Indonesia
masih banyak yang belum terpetakan (landing).
"Sertifikat HGU yang belum terpetakan mencapai 1.799 sertifikat dengan luas
mencapai 8,3 juta hektare,” kata Gufron dalam keterangannya, Rabu (4/1/2023)
malam kemarin.
Dijelaskannya, hal itu dipicu pengukuran tanah sebelumnya masih menggunakan
koordinat lokal (berdasarkan tanda alam), belum menerapkan sistem proyeksi
TM-3 (turunan sistem koordinat Universal Transverse Mercator), dan terbitnya
SK penetapan Kawasan hutan dan Perda RTRW kawasan hutan setelah HGU
terbit.
"Fakta ini didapati setelah KPK melakukan analisis data terhadap 299 berkas
layanan HGU tahun 2021 dari Sistem Komputerisasi Kantor Pertanahan mulai
dari pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan di 25 provinsi. Pada saat yang
sama KPK juga melakukan pengujian standar layanan Service Level Agreement
(SLA)," tutur Gufron.
Selama ini banyak terjadi kasus atas satu bidang tanah terbit beberapa
sertifikat. Kemudian dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Saat konflik terjadi, kata Gubron, BPN pihak yang berwenang seolah lepas
tanggung jawab dan konflik kemudian bergulir di pengadilan.
copas dari https://www.suara.com/news/2023/01/05/075845/kpk-temukan-8-juta-lahan-hgu-tak-terpetakan-picu-konflik-agraria-saat-terjadi-masalah-bpn-seolah-lepas-tangan
No comments:
Post a Comment